Dalam mencari kandidat karyawan yang tepat untuk Anda rekrut bukanlah pekerjaan mudah. Ada banyak hal yang harus Anda pertimbangkan sebelum Anda memutuskan apakah memang seseorang itu cocok untuk Anda terima kerja atau bukan calon yang tepat.
Jadi walaupun CV seseorang nampak bagus, Anda tetaplah harus memberikan beberapa test supaya kepribadian dan kemampuan calon karyawan bersangkutan benar-benar teruji. Seringkali wawancara berperan untuk filter terakhir yang benar-benar menentukan. Namun mungkin Anda tidak sadar ketika mewawancarai calon karyawan, ternyata Anda jadi bersikap tidak adil – Hal ini bisa terjadi tanpa disadari.
Wawancara merupakan proses komunikasi, dalam proses komunikasi tersebut sudah pasti ada unsur subjektif. Ini yang harus Anda ingat, jangan membawa unsur tersebut dalam wawancara, sebab nanti bisa-bisa Anda justru menerima karyawan yang tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan, atau bisa juga menerima karyawan yang memiliki kepribadian kurang bagus dan tidak cocok untuk perusahaan Anda.
Apabila Anda adalah seseorang yang bertanggung jawab untuk mewawancarai pegawai baru, maka Anda harus berhati-hati terhadap potensi bias. Seorang pewawancara adalah manusia dan sudah pasti tiap manusia itu memiliki perasaan. Contohnya ketika sedang melakukan wawancara calon karyawan A, pewawancara sedang menjalani hari yang buruk. Maka pewawancara pun jadi lebih keras ketika mengkritisi, alur pembicaraan ketika proses wawancara pun menjadi tidak nyaman.
Tetapi ketika pewawancara sedang mewawancarai calon karyawan B, pada hari yang sama baru mengalami kejadian menyenangkan. Di mana suasana hati sang pewawancara sedang bagus. Pada akhirnya kekurangan dari calon karyawan B pun dianggap tak signifikan.
Dalam hal ini dapat disimpulkan jika prosentase kemungkinan diterima antara calon A dan calon B, adalah calon karyawan B. Padahal belum tentu calon karyawan B lebih baik dari calon karyawan A. Hal ini sudah kerap terjadi. Dengan kata lain mood merupakan salah satu faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya bias pada seorang pewawancara.
Faktor yang berpengaruh besar lainnya adalah riwayat hidup. Apabila calon berasal dari almamater sama, dapat memunculkan optimisme lebih tinggi dibandingkan calon yang berasal dari almamater berbeda. Bias juga dapat karena calon pernah bekerja pada perusahaan yang pewawancara tidak sukai.
Berbagai faktor resiko bias yang seperti itu harus disadari saat memilih calon karyawan. Riwayat calon karyawan memang penting, wajar apabila akhirnya dapat menyebabkan rasa pesimistis dan optimistis dari pewawancara muncul. Tetapi jangan sampai hal tersebut mempengaruhi keputusan. Apakah memang Anda itu optimistis disebabkan karena prestasi calon karyawan, atau hanya sekedar suka calon karyawan tersebut berdasarkan almamaternya yang sama dengan Anda.
Untuk meminimalkan dan menghindari bias salah satunya dengan melakukan wawancara terstruktur. Jadi jangan dengan wawancara natural, sebab potensi bias sangat besar terjadi. Walaupun melakukan jenis terstruktur Anda tetap dalam melakukan wawancara tersebut dengan atmosfir kasual. Terdapat beberapa hal yang harus Anda lakukan untuk melakukan wawancara terstruktur tersebut, antara lain adalah: