Pada bulan Maret, kota Gresik punya banyak gawe. Hal ini tak lain dan tak bukan adalah karena warga kota santri ini sedang memperingati hari jadinya yang ke-522, tepat pada 9 maret yang lalu. Kegiatan itu antara lain pawai keliling kota oleh berbagai elemen masyarakat, aneka macam lomba, dan aksi kegiatan bersih-bersih kota.
Maka tidaklah mengherankan di alon-alon kota, tiap sore hingga malam banyak dijumpai aneka kegiatan disitu. Setelah pawai kota pada hari Kamis kemarin, dilanjutkan dengan pesta rakyat konser dangdut dengan mendatangkan artis ternama Evie Tamala, disamping digelarnya pasar jajan di pusat pemerintahan Pemda yang terletak di daerah Bunder.
Dan sekarang ini, yang sedang berlangsung di alon-alon, seperti tahun sebelumnya, yaitu turnamen futsal memperebutkan piala bupati 2009. Berdasarkan informasi dari panitia, turnamen diikuti oleh 100 tim futsal yang tersebar di seluruh daerah di kabupaten yang sekarang ini 55 desanya terendam oleh banjir akibat ganasnya luapan sungai bengawan solo yang membelah beberapa desa tersebut.
Khusus untuk turnamen futsal berlabelkan piala bupati ini, melihat sarana dan prasarana yang tersedia, sungguh jauh kualitasnya bila melihat animo jam’iyah futsaliyah yang begitu menggelora. Dengan mengeluarkan biaya pendaftaran 200ribu rupiah per tim, memperebutkan trophy Bupati, dan hadiah total sebesar 10 juta rupiah, namun itu sangatlah tidak sebanding dengan label turnamen yang mengaku terakbar di Gresik. Lihat saja ketika malam hari, para pemain dipaksa mengeluarkan indera ke-enamnya, karena sangat terbatasnya fasilitas lampu penerangan di area pertandingan beralaskan paving tersebut. Belum lagi resiko cedera yang harus ditanggungnya karena lapangan becek akibat hujan. Hal ini diperparah dengan tidak siapnya tenaga medis dengan peralatan kesehatannya. Ini terbukti ketika pertandingan ABfc dengan Pahlawan FC, saya melihat tenaga medis dengan peralatan sekadarnya, pura-pura menolong pemain AB yang cedera.
Kondisi ini sebenarnya tidaklah jauh berbeda dengan Bupati Cup I tahun kemarin. Artinya, tidak ada peningkatan kualitas sarana dan mutu pertandingan yang disajikan. Bagaimana tiap tim mampu menunjukkan permainan yang bagus bila kondisi lapangan tidak mendukung mereka mengeluarkan skill terbaiknya. Apakah ini dikarenakan fasilitas lapangan futsal yang minim di kota ini, atau belum adanya sebuah lembaga yang menaungi semua kegiatan futsaller di kota pudak? Memang kita tidak bisa menyalahkan begitu saja pihak panitia yang saya yakin sudah mempersiapkan turnamen ini dengan sebaik-baiknya. Namun mestinya induk olah raga tertinggi di kota ini, KONI Gresik, yang seharusnya memonitoring semua kegiatan futsal di area wilayah kerjanya. Apakah semua dana di serap ke tim Gresik United yang hingga sekarang masih berkutat di papan bawah divisi Utama hingga harus mengabaikan perkembangan olah raga yang lain? Hanya para petinggi kota ini yang mampu menjawabnya….Dan semoga saja di waktu yang akan datang, saya tidak lagi menjumpai turnamen futsal di kota yang saya cintai, seperti yang saya saksikan sekarang ini…..
*PS: thx to ceplik dan cak pi’i utk gambarnya